وَاطْلُبْ
لِعِلْمِ ثُمَّ لَقِّنْهُ الوَرَى عَظَّمْ
كَلَامَ الرَّبِّ وَاطْهُرْتُعْصَمُ
Penulis
kitab syarah قمع
التغيان , yaitu Syekh Nawawi Albantani Aljawi menjelaskan
bagaimana menyampaikan ‘ilmu syar’iah (ثُمَّ
لَقِّنْهُ الوَرَى), karena sesuai dengan sabda Rosulalloh
SAW : “Sebaiknya, orang yang sudah melihat / mendengarkan ‘ilmu langsung dari
guru / ‘ulama untuk menyampaikannya lagi kepada orang diantara kalian yang
tidak hadir pada saat ‘ilmu tersebut disampaikan.” Artinya wajib kepada orang
yang telah mendengarkan suatu ‘ilmu untuk menyampaikan lagi kepada orang yang
tidak mendengarkannya. Hadist tersebut di atas itu disampaikan Rosulalloh SAW kepada
para sohabat, lalu disampaikanlah lagi kepada kepada orang-orang setelah zaman
sohabat, hingga sampai hari qiyamat. Maka wajib menyampaikannya oleh ahli
‘ilmu.
Maka
jika setiap orang mempelajari suatu masalah, maka dari itu haruslah kepada ahli
‘ilmu untuk memecahkan masalahnya tersebut. Setiap orang pada umumnya yang
mengetahui syarat praktek sholat baiknya memberitahukannya kepada selain orang yang
sudah tahu (memberitahukan kepada yang belum tahu). Dan jika yang sudah
mengetahui syarat praktek sholat tersebut tidak memberitahukannya itu adalah
sama saja dengan sekumpulan orang-orang yang berdosa.
Dan
wajib disetiap masjid dan tempat (majlis) di dalam sebuah kampung mempunyai
seorang guru untuk menyampaikan ‘ilmu kepada sesama manusia yang belum
mendapatkan ‘ilmu tersebut dan agar dapat dimanfa’atkan oleh sesama manusia. Dan
hal yang sama disetiap kampung itu wajib kepada setiap orang yang ber’ilmu
(guru) menyelesaikan / menyampaikan ‘ilmu-‘ilmu fardhu ‘ain sejalan dengan
fardhu kifayah, serta mendatangi kampung tetangga (jika di kampung tetangga
tidak ada seorang guru) untuk menyampaikan ‘ilmu kepada mereka, agamanya,
fardhu-fardhu bangsa syara’nya, dan si guru itu harus menjadikannya sahabat,
dan jika ke kampung tetangga si guru itu membawa bekal makanan sendiri, dan
sebaiknya jangan (terutama berharap disuguhi) makan dari makanan tetangganya si
guru, maka jika si guru tersebut punya satu niat demikian, maka gagallah
melebur dosa yang telah dilakukannya (karena niat berguru dan menggurui itu
dapat meleburkan dosa yang telah dilakukan). Tidak bakal tanggal dosa perdosaan
semuanya.
Ada
pun seorang ‘ulama itu sangat berhati-hati menyampaikan suatu ‘ilmu dan juga
terhadap hal-hal yang tadi jika keluar kampung.
Ada
pun orang yang bodoh itu sebaiknya berhati-hati jika tidak ikut menimba ‘ilmu
(berguru).
Hal-hal
terbebut telah dituturkan oleh Syekh Ahmad Assuhaemi saat menuqil sebuah
kitab Imam Gozali.
Perlu
diketahui bahwasanya orang ‘alim akherat itu terdapat tiga ciri :
1.
Tidak mencari dunya dengan ‘ilmunya
2.
Berniat hanya dengan ‘ilmu-‘ilmu
untuk kebahagiaan ukhrowiyah (bangsa akherat) saja, maka mereka juga itu menyandingkan
dengan ilmu bathin karena menyangkut rahasia-rahasia qolbu / hati.
3. Mereka
menekankan didalam penyampaian ‘ilmunya itu taqlid (mengikuti) ‘ulama / guru
karena mencontohi syar’iyah didalam perkataannya dan tingkahnya.
Maka
pertingkah tidak mencari dunya dengan ‘ilmunya itu ada lima tanda-tanda, yaitu
:
1. Tidak
mengikuti ucapannya dalam tingkah lakunya, maka mereka memulai kerjaannya
sesuai yang diperintahkan dan meninggalkan segala yang tidak diperbolehkan
2. Terus-terusan
dengan ‘ilmu yang kira-kira sekemampuannya, suka melaksanakan to’at (bakti) dan
menjaga ‘ilmunya dari banyaknya perdebatan
3. Menjauhi
dari enak-enaknya makanan, rumah, harta benda dan tempat tinggal
4. Menjauh
dari bercampur dengan pemimpin, kecuali hanya karena untuk menasehati saja,
mencegah penganiayaan atau karena menolong dalam mencari keridhoan Alloh SWT
saja
5. Tidak
cepat-cepat untuk mengeluarkan fatwa, sebaliknya ia menjawab karena hati-hati
apa-apa yang ditanyakan orang tentang yang ahli fatwa, mencegah dari
kehati-hatiannya jika tidak jadi fardhu ‘ain kepadanya, malah sebaliknya
menjawab “saya tidak mengetahui!” takala tidak mudahnya dalam kehati-hatiannya.
Mohon
ma’af bila ada salah penafsiran, hal itu semata-mata dari hamba yang dho’if dan
fakir oleh ‘ilmu......
8
Muharrom 1440 H / 18 September 2018 M.
Dituqil
dari kitab : قمع التغيان
Karangan : Syekh Nawawi Albantani
Aljawi
Bab : Cabang Iman
ke-18 tentang Menyampaikan ‘ilmu syar’iyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar