Rabu, 14 November 2018

TAUHID KEIMANAN



بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

Maka nama lafadz Al-Jalalah itu tidak ada dengan yang dimusytaq dan tidak pula yang dimanqul.
Dan lafadz Al (ال)  itu ditambahkan yang tetap lazimnya (yang perlu) tidak untuk diperselisihkan. Sebaliknya sisipan lafadz Al (ال) itu seperti kedalam lafadz Al-Jalalah.
Lafadz Al-Jalalah itu adalah nama jamaknya dari kumpulan nama-nama Alloh yang bagus dan sifat-sifat Alloh yang sangat luhur.
Lafadz Arrohman (الرحمن) itu adalah yang banyak mengasihi atas ni’mat-ni’mat yang besar (agung). Contohnya ni’mat bisa mencari ‘ilmu, sehingga mendapat ridhoNya Alloh SWT untuk mendapatkan ni’mat agung, yaitu masuk ke surgaNya Alloh SWT.
Lafadz Arrohim (الرحيم) itu adalah yang banyak mengasihi atas ni’mat-ni’mat yang kecil. Contohnya yaitu menerima segala keni’matan setelah berada di dalam surgaNya Alloh SWT.
Menentukan nama tasmiyah ke dalam nama-nama itu adalah diberinya ni’mat-ni’mat kepada orang-orang yang bijaksana (‘arif; ‘alim), yang berhaq menerimanya (mustahiqnya). Yang sesungguhnya telah bertanya mustahiq tersebut didalam berbagai macam persoalan-persoalan keagamaan yang bangsa haqiqi, siapa yang telah memberikan seluruh keni’matan-keni’matan ini, siapa yang telah memberikan agungnya (besarnya) ni’mat, siapa yang telah memberikan sedikitnya  (kecilnya) ni’mat.
Tetapinya telah memulainya pengarang kitab ini, yaitu Syekh Muhammad Nawawi Bin ‘Umar Bin ‘Arobi Assyafi’i dengan menulis lafadz basmalah, dengan mengikuti kitab-kitab samawiyah, dan mengamalkan berbagai hadist marwiyyah. Sebagaimana telah diriwayatkan sabda Rosulalloh SAW, sesungguhnya Beliau bersabda : “Tatkala menulis seorang hamba lafadz basmalah (بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ لرَّحِيْمِ) pada papan (kayu) atau ke dalam tulisan-tulisan, maka sesungguhnya telah menuliskan para malaikat kepadanya pahala-pahala, dan memintakannya pengampunan selama tulisan lafadz tersebut masih terdapat nama Alloh SWT yang telah ditulis pada papan (kayu) atau pun ke dalam tulisan-tulisan.”
اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَا لَمِيْنَ وَالْعَا قِبَةِ لِلْمُتَّـقِيْنَ
Artinya Alloh SWT yang menciptakan seluruh makhluk, dan pahala dari yang dipuji (Alloh SWT) untuk orang-orang yang bertaqwa (orang-orang yang meninggalkan kema’siyatan).
وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلى سّيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَأّصْحَابِه وَآلِهِ
Kehormatan (artinya tambah-tambah kehormatan dari Alloh SWT yang berhubungan dengan keagungan) dan keselamatan dari Alloh SWT semoga tetap dilimpahkan kepada Tuan kita Nabi Muhammad SAW, putera dari ‘Abdulloh yang paling sempurna dijadikan budi pekertiNya, yang diutus di Mekkah, dan dimakamkan di Madinah yang mulya, juga kepada keluargaNya yang seiman, juga kepada para sohabatNya yang selalu berkumpul bersama Nabi Muhammad SAW sampai akhir hayatNya setelah mendapat pangkat kenabian, yaitu orang yang beriman bersama Nabi SAW. Para sohabat yang masih hidup ketika wafatNya Rosulalloh SAW itu berjumlah 124.000, rodiyallohu ‘anhum ajma’in, sama jumlahnya seperti jumlahnya para Nabi dan seperti jumlahnya para Wali di tiap-tiap zaman.
Sebuah permasalahan, ketika ada pertanyaan kepadamu yaa orang yang beriman, SEPERTI APAKAH IMAN ITU? (ما الإيمان) Artinya pertanyaan yang berkenaan dengan haqiqat (pertingkah) keimanan yang membenarkan keimanan.
Maka jawabanmu adalah :
آمنت بالله و ملا ئكته و كتبه و رسله و اليوم الأخر و القدر خيره و شره من الله تعالى
telah beriman aku (artinya dengan membenarkan dan menetapkan) :
kepada Alloh SWT, dan;
kepada Malaikat-malaikatNya, dan;
kepada Kitab-kitabNya, dan;
kepada Rosul-rosulNya, dan;
kepada hari akhir (qiyamat), dan;
kepada taqdir yang baik dan tidak baik itu datangnya tetap dari Alloh SWT.

Hal ini telah diriwayatkan hadistnya oleh Imam Muslim RA menerima dari tuan kita, ‘Umar RA dari penuturan malaikat Jibril AS.
Sebaliknya bila mengambil dari riwayatnya Imam Bukhori RA menerima dari Abi Huraeroh RA mengambil dari penuturan malaikat Jibril AS, maka untuk jawaban mu adalah dari hadist :
آمنت بالله و ملائكته و بلقائه و رسله و بالبعث
Telah beriman aku :
Kepada Alloh SWT, dan;
Kepada Malaikat-malaikatNya, dan ;
Kepada taqdirNya, dan;
Kepada Rosul-rosulNya, dan;
Kepada hari kebangkitan

Makna dari membenarkan adalah percaya dengan wujud adanya Alloh SWT dan dengan sifat-sifat yang wajibNya Alloh SWT. Dan percaya adanya Malaikat-malaikat, sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba yang mulya semuanya. Dan percaya dengan pandangan Alloh SWT di dalam desa akherat diperuntukan bagi yang selalu beriman kepadaNya. Dan percaya dengan sesungguhnya RosulNya Alloh itu yang benar semuanya didalam menyampaikan perintah-perintah dari Alloh SWT. Dan percaya dengan akan dibangkitkan kembali dari qubur.
Telah berkata sebahagian ‘Ulama, “Orang harus mempelajarinya dimulai sejak masih kecil dari lafadz tauhid tersebut.” Yaitu lafadz :
آمنت بالله و ملا ئكته و كتبه و رسله و اليوم الأخر و القدر خيره و شره من الله تعالى
Mengetahui sesungguhnya lafadz tersebut adalah hal-hal yang harus DIIMANKAN, kecuali sesungguhnya orang itu tidak membenarkan keterangan lafadz tersebut, maka tidak mengokohkan orang itu dengan imannya.
Dan telah berkata sebahagian ‘Ulama : “Iman bangsa awak-awakan itu adalah tingkah atau perilaku yang seakan-akan terputus.” Artinya (perumpamaanya) waktu datangnya sakarotul maut ketika seakan-akan yang terlihat itu tempat awak-awakannya berada di dalam surga atau di dalam neraka, tidak dapat diterima jika masih belum melaksanakan (melakoni) perkara-perkara awak-awakan dari dua pilihan tadi. Maka sesungguhnya seorang hamba harus bisa menyelamatkan diri sendiri (bisa memilih cara selamat sendiri) di tempat-tempat baru tersebut yang pastinya akan dilalui oleh setiap hamba.
Seperti telah diriwayatkan dari Nabi SAW, sesungguhnya Nabi SAW telah bersabda : “Sesungguhnya seorang hamba itu pasti akan mati, sehingga pasti akan terlihat olehnya tempat di dalam surga atau di dalam neraka.”
Dengan memilih bertobat maka ia dapat memutuskan sendiri pilihannya, yaitu untuk dapat masuk ke dalam surga. Maka sesungguhnya tobat itu dapat diterima setelah sehat imannya seorang hamba.
Seperti telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, sesungguhnya beliau berkata, telah bersabda Rosulullah SAW : “Diterimanya tobat seorang hamba mukmin itu tidak akan diterima (artinya tidak akan diterima lagi tobatnya jika napas sudah sampai kerongkongan pada saat sakaratul maut).”
Perlu kalian ketahui bahwasanya beriman kepada Alloh SWT itu ada tiga bagian, yaitu iman taqlidi, iman tahqiqi dan iman istidlali.
a.    Iman Taqlidi
Maka yang disebut iman taqlidi itu adalah sesungguhnya telah bertekad seseorang dengan wahdaniyatNya (tunggalNya) Alloh SWT berdasarkan petunjuk dan ajakan dari ‘ulama tanpa adanya pertanda (petunjuk) langsung dari Alloh SWT. Jenis iman ini adalah jenis iman yang diberitahukan (oleh ‘ulama) yang pada awalnya orang ini masih ragu-ragu, masih meragukan keimanannya sebelum adanya petunjuk dari ‘ulama.
b.    Iman Tahqiqi
Iman tahqiqi itu adalah tergulung (fokus) hatinya seorang hamba akan wahdaniyatNya (tunggalNya) Alloh SWT yang sekiranya walaupun telah menjadikannya Alloh SWT kepadanya seorang ahli ‘ilmu yang sudah melipat (kokoh) iman didalam hatinya dari terpelesetnya iman yang didapat dalam hatinya.
c.    Iman Istidlali
Iman istidlali itu adalah melihat seorang hamba dari yang diciptakan kepada yang menciptakan dan dari jejak peninggalan kepada yang di jejak tinggalkan. Maka hal itulah yang menuduhkannya. Dan dari yang dibangun itu menuduhkan kepada yang membangun. Dan dari yang diciptakan menuduhkan kepada yang menciptakan. Dan misalnya dari hewan unta itu juga menjadi petuduh siapa yang telah menciptakan unta. Dan dari jejak-jejak peninggalan tersebut jika tidak ada yang dijejak tinggalkan itu adalah mestinya ada yang mengawalinya atau pun menciptakannya.

Demikian disampaikan. Bila ada kesalahan dalam pengalih bahasa tuqilan, mohon dimaafkan, hal itu semata-mata dari hamba yang do’if, dan bila itu benar maka datangnya dari Alloh SWT.

Senin, 29 Oktober 2018 M / 20 sofar 1440 H

Dituqil dari      : شرح قطر الغيث
Karangan         : شيخ محمد نووى الجوى