Jumat, 28 September 2012

Jangan tertipu oleh keduniawian dan melupakan akherat


Nabi Muhammad SAW bersabda : “ Dunia itu tempatnya orang-orang, tapi ia tidak mempunyai tempatnya (hilang tempatnya), harta itu milik orang-orang tapi ia tidak mempunyainya (hilang seperti tempatnya juga). Dunia tempat kumpulan orang-orang yang tidak berakal sempurna, sibuk mengurus syahwat dunia, orang-orang tidak paham terhadap dunia, maka meranalah orang yang tidak berilmu. Dunia menghasud orang-orang sehingga mereka tidak berakal. Dunia itu berputar tetapi orang tidak yakin, (tegasnya orang tidak tetap akan  hatinya)” Maqolah ke 6; bab ke 7; Nashoahul ‘Ibad


Maknanya kira-kira dari saya yang sangat awam mungkin demikian;

Kita itu hidup di dunia selalu lupa akan adanya kematian, selalu disibukkan untuk terus mengumpulkan hasil usaha demi memiliki harta, setelah memilikinya kita juga mengejar harta lain lagi untuk mencari lebihnya karena tidak merasa cukup dengan rezeki yang telah diterima dari Alloh SWT. Padahal jika ajal kita telah sampai maka seluruh harta benda yang telah dikumpulkan itu tidak dapat kita miliki lagi dan juga tidak akan bisa dibawa mati. Yang ada mungkin harta peninggalan tersebut diperebutkan oleh keturunan kita.


Jika seandainya kita lupa akan hal tersebut maka sama saja kita itu tidak mempunyai akal yang sempurna karena selalu sibuk mengurus urusan duniawi dan lupa akan urusan akherat sehingga di alam akherat mereka akan merana karena amal ketika di dunianya kurang. Sedangkan orang yang berakal sempurna itu sebaliknya, mereka mencari urusan dunia itu hanya sekedar bekal cukup untuk penghidupan di dunia saja, selebihnya untuk mendekatkan diri kepada Sang Kholik.

Orang-orang yang hidup di dunia ini mayoritasnya memang mementingkan urusan duniawi, sedangkan sangatlah sedikit sekali mementingkan urusan akherat. Jadi pantaslah disebut jika dunia itu dihuni oleh kumpulan orang yang rata-rata akalnya kurang sempurna. Mereka banyak terhasud oleh kepentingan duniawiah, saling memperebutkan haknya masing-masing, padahal itu semua jika ditafakur lagi hanyalah memperebutkan pepesan kosong saja, hingga pada akhirnya merana (kaduhung;sunda). Mungkin kita paham akal hal ini akan tetapi telah dibutakan oleh bujuk rayu syetan.


Dunia itu terus berputar. Bisa saja ia tadinya orang yang kaya akan tetapi dalam sekejap mata kekayaan yang dimilikinya itu musnah atas kahendak-Nya. Contohnya saja hilang karena adanya bencana tsunami seperti yang telah terjadi pada tahun sebelumnya. Ataupun mungkin sebaliknya. Maka dari itu kita haruslah yakin akan kekuasaan Alloh SWT, jangan ada keraguan (ketidak tetapan hati).

Kita diwajibkan untuk terus menimba ilmu agar penghidupan ini mempunyai tujuan. Sekarang sangat banyak majelis-majelis ta’lim tempat menimba ilmu, tinggal ada kesungguhan saja.


Jarang orang yang dapat memahami hal itu karena memang waktunya banyak tersita untuk mencari harta terus menerus, baik disiang hari maupun dimalam hari, sehingga membuat lupa akan Sang Kholik. Kita mencari rezeki mulai sejak ke luar dari rumah dengan niat untuk mencari nafkah. Dari situlah kita harus sadar bahwa mencari nafkah itu hanya sebatas kasab saja sedangkan hasil tidaknya Alloh SWT yang menentukan, tegasnya hanya menggugurkan kewajiban. Dan jangan lupa dengan apa yang telah didapat dari hasil kasab itu kita syukuri dan ni’mati sambil terus berdo’a. Karena dengan bersyukur akan ni’mat yang ada akan menentramkan kita.


HR Thobroni : “ Jika ada orang yang keluar dari rumahnya berjalan dengan maksud karena anaknya yang masih kecil, maka ia berada di jalan Alloh; jika ada orang yang keluar dari rumahnya berjalan dengan maksud karena kedua orang tuanya, keduanya sudah tua, keduanya sudah pikun; maka ia berada di jalan Alloh, jika ada orang yang keluar dari rumahnya berjalan dengan maksud karena menjaga badannya, maka ia berada di jalan Alloh; jika ada orang yang keluar dari rumahnya berjalan dengan maksud karena riya dan bersenang-senang, maka ia berada di jalan Syetan.”


Jadi sangatlah jelas bahwa awal kita kaluar dari rumah itu haruslah berniat dengan benar.
Walloohu a’lamu.
Dari semua penuturan yang telah saya definisikan tersebut di atas hanyalah keluar dari pemikiran yang masih senang akan hal keduniawian. Jika benar berarti datangnya dari Alloh SWT dan jika salah maka itu datangnya dari saya yang sangat dho’if. (hasil dari ta’liman rabu malam tanggal 10 dzulqoidah 1433 H)
Mohon petunjuk. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar